Ketakutanmu selama ini benar saja terjadi. Seorang datang
dari masa lampau. Seseorang yang kenangannya enggan kau ingat lagi. Pekat
sepekat malam tadi. Hatimu tak karuan. Suara itu, suara yang menarikmu ke liang
masa silam. Dalam dan semakin dalam.
Kau tak bisa menghentikan bicaranya, panjang, tanpa titik,
tanpa koma. Menyakitkan.
Begitu lama kau melupa, begitu mudah ia hancurkan dengan
kata demi kata yang muncrat bertubi-tubi. Kau? Diam. Tak bergeming.
Dulu, kau bahkan menjadi durjana paling jahat. Kau mentahkan
cintanya dan berbalik badan tanpa pamit. Sebab rasa yang kau pun takut
mengungkapkannya. Ia? Mundur teratur. Berantakan.
Hai lelaki dari masa lampau. Begitu sigap kau nyalakan
lampu-lampu yang sudah ku matikan selamanya. Membabi-buta kau paksa aku
berjalan di tengah silau silam.
Malam itu, aku menilik lagi kejujuranmu. Suaramu begitu
getir, kecewamu kau timpa dengan tawa. Aku bisa melihat itu, meski hanya lewat
suara.
Hal yang mungkin perlu kugaris bawahi. Bahwa kejujuranmu,
kejujuran kita, hanya sebatas penyelesaian masa lalu. Kini kau lihai mencintai
kekasihmu, sedang aku terus melanjutkan perjalanan menemui keresahan lainnya.
Mudah bagimu mengatakan bahwa ini hanya memori lalu. Bagiku,
betapa ku mengulang semuanya dari awal. Mencoba melupa kenangan yang kau buka
dan kau hujam sedemikian rupa.
Kini, boleh terlanjur kau robohkan dinding-dinding tua,
sebab aku yang lupa mengunci pintu rapat-rapat. Esok, tiada lagi sapa yang
terlempar sebab tak sengaja.
Kau adalah kau. Aku adalah aku. Takdir sedemikian rupa
sempurna, tak ada sisa sesal sebab sapamu malam tadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar